Senin, 31 Mei 2010

JURNAL KULIAH KE-9 TANGGAL 25 MEI 2010

HERMENEUTIKA

Hermeneutika berasal dari kata Hermes. Hermes adalah nama dewa Yunani kuno.

Dari kata Hermes, lalu muncul suatu ilmu atau teori tentang bagaimana cara menafsirkan. Teori ini disebut hermeneutika.
Paul Scholten mengatakan : " Het recht is er, doch het moet worden gevonden " artinya hukum itu ada, tetapi masih harus ditemukan. Hukum masih harus ditemukan karena :
1. Tidak selamanya jelas, antara lain karena :
- ada kata yang bermakna ganda (ekuivok)
- ada perbedaan konteks antara saat aturan itu dibuat dan kondisi sekarang
- ada perbedaan pengertian antara satu aturan dengan aturan lainnya
jalan keluarnya yaitu melakukan interpretasi.
2. Tidak selalu tersedia. Aturannya memang belum dibuat.
jalan keluarnya dengan melakukan konstruksi.
Hermeneutika terkait dengan :
1. Teks (bahasa).Dapat diartikan sebagai interpretandum
2. Konteks (ruang dan waktu)
- ketika teks dibuat
- ketika teks ditafsirkan
3. Kepentingan. Dapat diartikan sebagai interpretator
- si pembuat teks pertama kali
- si penafsir terdahulu (audiens sebelumnya)
- si penafsir sekarang (audiens sekarang)
Interpretator adalah orang yang menginterpretasikan, dan objek yang diinterpretasikan disebut interpretandum. Antara interpretator dan interpretandum terdapat jurang pemisah. Kesenjangan inilah yang menjadi persoalan yang ingin dikaji oleh Hermeneutika.
Tokoh-tokoh utama Hermeneutika :
1. Friedrich schleiermacher (1768-1834)
-Pahami konteks kehidupan si penulis teks.
2. Wilhelm dilthey (1833-1911)
-Pahami konteks sejarah saat teks ditulis.
3. Martin Heidegger (1884-1976)
-sesuatu ada,dalam hubungannya dengan.
4. Hans-Georg Gadamer (1900-....)
-Konteks sejarah si penafsir berperan.
Keterangan : Tokoh pertama dan kedua lebih ke interpretandum, tokoh ke-3 bisa interpretandum bisa juga interpretator, dan tokoh ke-4 lebih ke interpretator.

Senin, 17 Mei 2010

JURNAL KULIAH KE-8 TANGGAL 11 MEI 2010

TEORI PEMBANGUNAN HUKUM (DEVELOPMENT THEORY OF LAW)
KAJIAN DAN PERSPEKTIF POLITIK
NONET & SELZNICK

Philippe Nonet
Karyanya adalah Administrative justice and law and Society in Transition

Philip Selznick, merupakan penulis terkenal di bidang teori organisasi, sosiologi hukum, dan administrasi public. Philip Selznick pernah belajar dan menjadi murid dari Robert K.Merton. Karya dari Selznick di antaranya adalah The Moral Commonwealth.

Hukum sebagai mekanisme pengintegrasi (teori dari Bredemeier)
Teori Bredemeier ini mengacu pada teori Parson.
Teori ini mengungkapkan :
Adaptasi (ekonomi) akan melalui proses pengintegrasian oleh system hukum (pengadilan), kemudian akan menghasilkan penataan kembali proses produksi dalam masyarakat.
Pengerjan tujuan (politik) melalui proses pengintegrasian oleh system hukum (pengadilan) kemudian akan menghasilkan legislasi dan konkretisasi tujuan-tujuan masyarakat.
Mempertahankan pola (budaya) melalui proses pengintegrasian oleh system hukum (pengadilan) kemudian menghasilkan keadilan.

Hukum dan Politik
Pendapat Daniel S.Lev, politik adalah lembaga yang primer dn hukum sebagai variable yang mengikuti (misalnya kehidupan Negara berkembang atau Negara bekas jajahan).

Tiga tipe hukum (terkait aspek politik) :
-Represif
-Otonom
-Responsif

Hukum Represif
­-Ditandai dengan adaptasi yang pasif dan oportunistik dari institusi-institusi hukum terhadap lingkungan sosial dan politik.
-Institusi hukum secara langsung dapat diakses oleh kekuatan politik
-Kriminalisasi adalah bentuk yang paling disukai sebagai alat control yang resmi.
-Tidak memperhatikan kepentingan yang diperintah.
Di Indonesia, pernah mengalami tipe hukum yang represif ini, yaitu pada tahun 1959-1998.

Represive law
Ends of law = ketertiban
Legitimacy = ketahanan sosial dan tujuan Negara
Rules = keras dan rinci, namun berlaku lemah terhadap si pembuat hukum
Reasoning = ad hoc, memudahkan mencapai tujuan dan bersifat particular
Discretion = sangat luas, oportunistik
Coercion = ekstensif, dibatasi secara lemah
Morality = moralitas komunal, moralisme hukum, “moralitas pembatasan”
Politics = hukum subordinate terhadap politik kekuasaan
Expectations of obedience = tanpa syarat, ketidaktaatan per se dihukum sebagai pembangkangan
Public Participation =pasif, kritik dilihat sebagai ketidakpastian

Autonomous Law
Tipe ini seolah-olah menjembatani dari tipe hukum represif kepada tipe hukum responsive.
Ends o law = legitimasi, yaitu untuk mencari keabsahan
Legitimacy = keadilan procedural, dalam tipe hukum otonom, apabila sesuatu sudah mengikuti prosedur maka sudah dirasa adil
Rules = Luas dan rinci, mengikat penguasa maupun yang dikuasai
Reasoning = sangat melekat pada otoritas legal, rentan terhadap formalisme dan legalisme
Discretion = dibatasi oleh peraturan delegasi yang sempit
Coercion = dikontrol oleh batasan-batasan hukum
Morality = moralitas kelembagaan, yakni dipenuhi dengan integritas proses hukum
Politics = hukum independent dari politik pemisahan kekuasaan
Expectations of obedience = penyimpangan peraturan yang dibenarkan, misalnya untuk menguji validitas undang-undang dari perintah
Public participation = akses dibatasi oleh prosedur baku, munculnya kritik atas hukum

Responsive law
Ends o law = kompetisi, untuk memberdayakan masyarakat
Legitimacy = keadilan substantif
Rules = subordinate dari prinsip dan kebijakan
Reasoning = purposif (berorientasi tujuan), pelunasan kompetensi kognitif
Discretion = Luas, tetapi tetap sesuai dengan tujuan
Coercion = pencarian positif bagi berbagai alternative, seperti intensif, system kewajiban yang mampu bertahan sendiri
Morality = Moralitas sipil “moralitas kerja sama”
Politics = terintegrasinya aspirasi hukum dari politik keterpaduan kekuasaan
Expectations of obedience = pembangkangan dilihat dari aspek bahaya substantive, dipandang sebagai gugatan terhadap legitimasi
Public participation = akses diperbesar dengan integrasi advokasi hukum dan sosial

Senin, 10 Mei 2010

Jurnal kuliah ke-7 tanggal 4 Mei 2010

Pluralisme Hukum Dalam Sosiologi Hukum

Indonesia merupakan negara dengan tingkat pluralisme hukum yang tinggi dikarenakan adanya berbagai golongan-golongan suku dan agama.
Pluralisme Hukum makin menjadi isu penting,karena:
- peninggalan produk hukum era hindia. Belanda yang belum tergantikan (belum ada regilasi baru yang dibuat lembaga negara indonesia)
- eksistensi hukum adat yang pada beberapa wilayah masih sangat kuat

- penerapan hukum syariah pada beberapa wilayah
- dampak arus transnasional.khusus dilapangan hukum ekonomi

- tidak adanya desain sistem hukum nasional indonesia. Ada gerakan perubahan pada tahun 1960-an
Contohnya: UUPA (UU No.5 Tahun 1960).

Selepas lahirnya UUPA lewat tumbangnya orde lama dengan munculnya rezim oiba pada tahun 1966 unifikasi kembali mencuat.
terdapat lembaga PROLEGNAS (Program Legislasi Nasional) yang berfungsi untuk membentuk cetak biru (blue print) nasional secara keutuhan untuk menyusun produk leglislasi nasional secara terpetakan serta sistematik.

Rechtsvacuum adalah kondisi yang dianggap tiada hukum yang atur, sehingga hukum tidak mampu memberi solusi.

Vigilante adalah
pihak-pihak yang mengatasi kekosongan semua ini (hukum negara). Hukum kita ini lebih lanjut banyak menerapkan prinsip gerakan sentripental( gerakan ke dalam) dimana unsur-unsur hukum asing dibiarkan masuk kedalam level Filter tertentu dari hukum nasional kita. baik itu melalui ratifikasi, lewat adopsi hukum asing, dan sebagainya.


*
Teori CHAOS oleh Charles Stampford (Orsoder of Law Theory)

Menurut teori ini, sistem hukum dikatakan sudah cair. teori tersebut dikemukakan oleh Charles sekitar tahun 1989.
hukum bukan realistas yang bisa diprodiksi,bukan juga sesuatu relasi yang seimbang. hukum baru bisa berkembang jikalau ada kajian atas pro dan kontra, inovasi, dan daya kritis. Berkisar pada 3 pertanyaan dasar yaitu:
1. apakah hukum adalah hukum negara, apakah aturan normatif lainnya juga hukum?
2. apakah pluralisme hukum merupakan konsep hukum memungkinkan analisis tentang

hubungan analistis komperatif?

3. apakah proses pluralistis hukum memungkinkan analistis tentang hubungan kekuasaan
diantara berbagai aturan hukum?

Pemerintah Hindia-Belanda pernah mencoba menerapkan unifikasi hukum tetapi gagal.

Menurut Mazhab, sejarah hukum merupakan produk sejarah, produk waktu, bukan produk negara sehingga tidak perlu dibuat.

Menurut pemikiran kaum Etatis bahwa hanya hukum negara yang layak disebut hukum.

* Konsep analistis komparatif dan konsep politik hukum

- Ada pengakuan sistem hukum negara,melahirkan:

1. Pluralisme negara menurut Wodman
2. Pluralisme relatif menurut Vanderlinden
3. Pluralisme lemah menurut Griffink

- Tidak tergantung pada pengakuan apapun, melahirkan:

1. Pluralisme dalam menurut Wodman

2. Pluralisme deskriptif menurut Vanderlinden

3. Pluralisme kuat menurut Griffink.

Jurnal kuliah ke-6 tanggal 27 Maret 2010

CLS ( Critical Legal Studies)
* Latar Belakang CLS
Di Amerika Serikat, CLS lahir sekitar tahun 1977 dalam pertemuan di Madison.
Penggagasannya yaitu:

- akademis pejuang hak-hak sipil (buruh,anak-anak)

- aktivis anti perang Vietnam (1960-1970)

- ilmuan yang tertarik pada kritik Marxis atas struktur sosial

- praktisi hukum dibidang advokasi publik

Mereka sepakat hukum sering dipakai untuk melegitimasi kepentingan hukum tertentu. Hukum yang ada seringkali merupakan hasil kompromi antara politis dengan pengusaha.
Pro buruh terdapat agenda tersembunyi dalam tiap undang-undang. penuh kecolasan,ada pesan-pesan sponsor. perlunya kecurigaan terhadap setiap produk regulasi. CLS mengajari untuk mencurigai setiap undang-undang.

* Latar Belakang
Roberto Ungera teori "masyarakat pasca liberal" terjadi pergeseran prinsip bernegara pada abad ke-20. penyebab terjadinya pergeseran prinsip bernegara terhadap pemikir kaum liberalis dan sosialis. Hukum memainkan peran berbeda karena:
1. Jumlah peraturan dan praktisi makin banyak
2. Dalam pasca liberal negara justru makin intervensionis.

3. Hakim menerapkan standar terbuka.


* Dasar pemikiran CLS
1. hukum adalah produk politik

2. aturan hukum adalah aturan politik
3. politik terkait kekuasaan
4. aturan hukum merupakan aturan dari siapa yang berkuasa
5. tidak ada
the rule of law, tetapi yang ada the political law.
Ada 2 tradisi yang tidak disukai CLS yaitu :
1. Rule of law

2. Legal reasoning (penalaran hukum)

1. Rule of law
Jaminan bagi kekuasaan individual dan kesamaan kedudukan di hadapan hukum (tapi
kenyataannya tidak seperti itu).

2. Legal reasoning
* konflik yang diajukan terhadap pandangan kaum liberal yaitu :

1. kritik terhadap hak (dari relovansi dengan kritik terhadap rule of law)

2. kritik terhadap pendidikan hukum (dari kritik terhadap legal reasoning)
.

- kritik terhadap hak Menurut teori liberal tidak ada kontradiksi antara kepentingan sosial dan individu, sedangkan menurut CLS menyatakan adanya kontradiksi fundamental. namun Crits mengkritik semua itu,karena adanya ketidakseimbangan gender,sistem sosial dan karena adanya pendidikan.

Sabtu, 08 Mei 2010

JURNAL KULIAH KE-5 TANGGAL 6 APRIL 2010


Tatanan Sosial dan Pengendalian Sosial
Perbedaan sosiologi makro dan mikro
- Sosiologi mikro mempelajari situasi
- Sosiologi makro mempelajari struktur
Menurut Ralph Linton, struktur sosial memiliki 2 konsep penting
- status (a collection of rights and duties)
contoh : hak dan kewajiban dosen adalah….
- peranan (the dynamic aspect of status)
contoh : untuk melaksanakan hak dan kewajiban itu, dosen mengajar dengan cara…

Menurut Linton, status sosial dapat dibedakan menjadi :
-status yang diperoleh (ascribed status) : tertutup
-status yang diraih 9achieved status) : terbuka
Menurut Robert K. Merton, seseorang tidak hanya memiliki 1 status saja, sehingga berakibat ada banyak peranan pula.

Pranata sosial (institusi sosial)
Sekumpulan status dan peranan yang berjalan stabil dan karenan mampu memenuhi kebutuhan anggota-anggotanya disebut pranata sosial. Jadi pranata terdiri dari seperangkat aturan yang terlembagakan (institutionalized), dengan cirri-ciri :
diterima oleh sejumlah besar anggota system sosial itu
diinternalisasikan (internalized)
diwajibkam (dengan sanksi atas pelanggarannya)
catatan:
pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan yang mengatur perilaku dan hubungan antara anggota masyarakat agar hidup aman, tenteram dan harmonis. Dengan bahasa sehari-hari kita sebut “aturan main/cara main”. Jadi peranan pranata sosial sebagai pedoman kita berperilaku supaya terjadi keseimbangan sosial

Pengertian masyarakat
Menurut Marion Levy (1965)
-masyarakat harus mampu bertahan melebihi masa hidup seorang individu
-rekrutmen seluruh/sebagian anggotanya melalui reproduksi
-kesetiaan pada suatu “system tindakan utama bersama”
-adanya system tindakan utama yang bersifat swasembada
Menurut Talcott Parsons (1968)
-bersifat swasembada
-melebihi masa hidup individu normal
-merekrut anggota secara reproduksi biologis
-melakukan sosialisasi terhadap generasi berikutnya
Menurut Edwars Snils
-self-sufficiency
-self-regulation
-self-generation

Pengendalian Sosial
Emile Durkheim pernah menyebut tentang fakta sosial, yaitu kekuatan paksaan dari luar individu. Fakta sosial ini mengendalikan perilaku individu-individu. Fakta sosial yang paling kuat daya paksanya adalah hukum. Peter L. Berger & Brigitte Berger (1981) mengartikan pengendalian sosial sebagai “various means used by a society to bring recalcitrant members back into line”, yaitu aneka cara yang digunakan masyarakat untuk menertibkan anggotanya yang membangkang.
Joseph S.Roucek (1965) menyatakan pengendalian sosial sebagai “a collective term for those processes, planned or unplanned, by which individuals are taught, persuaded, or complied to conform to the usages and life-values of groups”, yaitu istilah kolektif yang mengacu pada proses terencana atau tidak terencana tatkala individu diajarkan, dibujuk, atau dipaksa menyesuaikan diri pada kebiasaan dan nilai hidup kelompok.
Jika Berger mendefinisikan pengendalian sosial terbatas pada mereka yang membangkang, maka Roucek mendefinisikan pengendalian sosial ditujukan pada semua proses sosialisasi.
Hukum dapat dipakai untuk sarana pengendalian sosial ditandai dengan pemberian kewenangan bagi Negara untuk melakukan paksaan fisik. Mekanisme pengendalian sosial lainnya :
membayar ganti rugi/denda
mencopot dari jabatan
mengucilkan dari pergaulan
mempermalukan di depan umum, dll.
Catatan:
Social control atau pengendalian sosial adalah sesuatu yang nyata dilakukan oleh masyarakat sebagai bentuk upaya untuk menciptakan kondisi yang mereka inginkan. Ada beberapa pendapat tentang definisi pengendalian sosial, antara lain:
Astrid S. Susanto
mengemukakan, bahwa pengendalian sosial adalah kontrol yang bersifat psikologis dan nonfisik karena merupakan “tekanan mental” terhadap individu sehingga individu akan bersikap dan bertindak sesuai dengan penilaian dalam kelompok tersebut.
Karel Veeger
mendefinisikan pengendalian sosial sebagai kelanjutan dari proses sosialisasi dan berhubungan dengan cara-cara dan metode-metode yang dipergunakan untuk mendorong seseorang agar berperilaku selaras dengan kehendak kelompok atau masyarakat, yang jika dijalankan secara efektif, perilaku individu akan konsisten dengan tipe perilaku yang diharapkan. Secara umum dapat disimpulkan bahwa upaya untuk mewujudkan kondisi seimbang didalam masyarakat disebut pengendalian sosial
CARA DAN BENTUK PENGENDALIAN SOSIAL
Robert M.Z Lawang mengemukakan beberapa cara dan bentuk pengendalian sosial yang biasanya dilakukan orang dalam suatu masyarakat untuk mengontrol perilaku orang lain yang menyimpang, antara lain:
1. Desas-desus
(Gosip), yaitu “kabar burung” atau “kabar angin” yang kebenarannya sulit dipercaya. Namun dalam masyarakat pengendalian sosial ini sering terjadi. Gosip sebagai bentuk pengendalian sosial yang diyakini masyarakat mampu untuk membuat pelaku pelanggaran sadar akan perbuatannya dan kembali pada perilaku yang sesuai dengan nilai dan norma dalam masyarakat. Gosip kadang dipakai sebagai alat untuk mengangkat popularitas seseorang, misalnya artis, pejabat, dsb
2. Kekerasan Fisik
dilakukan sebagai alternatif terakhir dari pengendalian sosial, apabila alternatif lain sudah tidak dapat dilakukan. Namun banyak kejadian, perlakuan ini terjadi tanpa melakukan bentuk pengendalian sosial lain terlebih dahulu. Contoh:
Seorang bapak memukul anaknya karena membantah dan berani kepada orang tua.
Rumah dukun santet dibakar.
Petugas keamanan menembak perusuh tanpa tembakan peringatan terlebih dahulu.
3. Hukuman (Punishment)
adalah sanksi negatif yang diberikan kepada pelaku pelanggaran tertulis maupun tidak tertulis. Pada lembaga formal diberikan oleh Pengadilan, pada lembaga non formal oleh Lembaga Adat.
4. Intimidasi
,yaitu berhubungan dengan segala hal yang membuat pelaku menjadi takut sehingga ia mengakui perbuatannya. Intimidasi biasanya berupa ancaman, misalnya: penetapan hukuman mati bagi pengedar narkoba merupakan ancaman agar tidak ada lagi yang berani mengedarkan narkoba.
5. Ostratisme
, yaitu pengendalian dengan cara pengucilan. Hal ini dilakukan agar orang menyadari perbuatannya sehingga ia bisa berbaur kembali dengan orang lain. Misalnya, anak yang sombong dikucilkan dan dijauhi oleh teman-temannya

Senin, 03 Mei 2010

Jurnal kuliah ke-4

Empat Teori Penting Dalam Sosiologi

1. Teori Struktural Fungsional

    Teori ini dikemukakan oleh Emile Durkheim, Talcott Parsons, Kingsley Davis, dan Robert K.Merton. Teori ini memandang masyarakat itu terdiri dari 1 struktural yang sistematis.Dalam teori ini supra( golongan yang berkuasa) yang menentukan infra( golongan yang di bawah).Teori ini menganggap bahwa kita mempunyai fungsi masing-masing dalam struktur itu, sehingga tidak ada satupun unsur yang tidak berfungsi dari struktur-struktur itu. Inti dari teori ini adalah ingin hidup seimbang, harmonis.

2. Teori Konflik

     Teori ini dikemukakan oleh Karl Marx, C. Wright Mills, Tom B. Bottomore, Ralf Dahrendorf, Randall Collins, dan Richard P. Appelbaum. Dalam teori ini infra yang menentukan supra. Teori konflik berkeyakinan bahwa konflik itu tidak selalu jelek. Jonathan H. Turner mengatakan bahwa konflik tidak selalu berujung pada kehancuran sistem, namun justru bisa memperkuat sistem baik secara keseluruhan maupun bagian-bagian tertentu.

3. Teori Interaksi Simbolik

     Teori ini dikemukakan oleh Georg Herbert Mead, Manford H. Kuhn, Herbert Blumer, Ralp H. Turner, Howard S. Becker, Norman K. Denzin, dan J. Ter Hiede. Sebagai mahluk sosial, manusia berinteraksi dan berkomunikasi dengan menggunakan simbol-simbol tertentu. Namun, simbol-simbol itu tidak hanya untuk kepentingan antar-pribadi, melainkan juga untuk keperluan pribadi. Menurut teori simbolik, yang berinteraksi itu bukanlah manusia dengan manusia, melainkan antara simbol dengan simbol. Berpikir menggunakan simbol, berbuat juga dengan simbol.

4. Teori Pertukaran Sosial

     Teori ini dikemukakan oleh Peter Michael Blau, James S. Coleman, George C. Homans, dan Peter P. Ekeh. Teori ini berpendapat bahwa manusia adalah mahluk yang penuh pamrih. Setiap orang ingin mendapatkan keuntungan dari hubungannya dengan orang lain. Pertukaran sosial tidak sama dengan pertukaran ekonomi. Pada pertukaran sosial terjadi pertukaran harapan, sedangkan pada pertukaran ekonomi terjadi pertukaran kewajiban.

Keempat teori ini menjelaskan bagaimana terjadinya pola perilaku dan apa sebab pola perilaku tersebut dilaksanakan orang.